Menulis itu mudah

 

Menulis itu mudah

Narasumber : Prof.Dr.Ngainum Naim.

Moderator   : Raliyanti .

Pertemuan ke 10.

 


 

 

Alhamdulilah walaupun masih demam 3 hari ,badan ini rasanya sudah kangen sama teman teman hebat dan baik hati di group  menulis itu  mudah.saya sempat mau absen ,tapi rindu sama teman2 hebat seluruh nusantara ini.

Di semangati istri di buatkan air jahe di tambahi gura aren dan sereh.biar demamnya hilang kata istri.

Yang di kanan kiri saya abdhan qardhawi dan sebelah kiri kursi anak bontot kami M.Luthfi Al Haddad.

Kali ini pertemuan ke 10 ,dengan narasumber hebat Prof.Dr.Ngainun Naim. Di temani moderator pintar dan keibuan ,Ibunda Raliyanti.

Semoga pertemuan yng menurunkan rahmat buat kita semua di group  ini.

Tak Panjang kalam mari kita lihat bersama profil narasumber kita :

Riwayat Singkat

Prof. Dr. Ngainun Naim lahir di Tulungagung pada 19 Juli 1975. Pekerjaan sehari-hari sebagai Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Pendidikan dasar diselesaikan oleh Ngainun Naim di SDN Sambidoplang Sumbergempol Tulungagung (1988), kemudian melanjutkan ke MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung (1991), lalu melanjutkan ke MAN Denanyar Jombang yang ada di PP Mamba’ul Ma’arif (1994). Tahun 1994-1996 melanjutkan studi S-1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karena satu dan lain hal, jenjang S-1 diselesaikan di STAIN Tulungagung (1998). Tahun 2000 melanjutkan jenjang magister di Universitas Islam Malang yang diselesaikan pada tahun 2002. Mulai tahun 2007 kuliah S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang diselesaikan pada tahun 2011.

Publikasi

Buku

1.        Ngainun Naim, Islam and Religious Pluralism: The Dynamics of Meaning Seize, (Tulungagung: SATU Press, 2020).

2.        Ngainun Naim, Mujamil Qomar, Aktualisasi Pemikiran Islam Multikultural dalam Membangun Harmonisasi Masyarakat, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2020).

3.        Ngainun Naim, Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009).

4.        Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009).

5.        Ngainun Naim, Teologi Kerukunan, Mencari Titik Temu dalam Keragaman, (Yogyakarta: Teras, 2011).

6.        Ngainun Naim, Menipu Setan Kita Waras di Zaman Edan, (Jakarta: Quanta, 2015).

7.        Ngainun Naim, Teraju, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2017).

8.        Ngainun Naim, Metodologi Fiqh Indonesia, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2008).

9.        Ngainun Naim, Literasi dari Brunei Darussalam, (Tulungagung: Akademia, 2020).

10.    Ngainun Naim, Spirit Literasi, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).

11.    Ngainun Naim, Proses Kreatif Penulisan Akademik, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).

12.    Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2009).

13.    Ngainun Naim, Menulis Itu Mudah, (Lamongan: Kamila Press, 2021).

14.    Ngainun Naim, Sejarah Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011).

15.    Ngainun Naim, Spirit Literasi, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).

16.    Ngainun Naim, The Power of Writing, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2015).

17.    Ngainun Naim, The Power of Writing, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2017).

 

Chapter Buku

1.        Ngainun Naim, “Quantum Ramadhan”, (Malang: SPN, 2017).

2.        Ngainun Naim, “Goresan Cinta Buat Bunda”, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2017).

3.        Ngainun Naim, “36 Kompasianer Merajut Indonesia”, (Jakarta: Peniti, 2015).

4.        Ngainun Naim, Kuliah Daring, Dinamika Pembelajaran Ketika Wabah Corona”, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press, 2020).

5.        Ngainun Naim, “Dosen, Menulis, dan Belajar Online”, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press).

Jurnal Akademik dan Simposium

1.        Ngainun Naim, Abdul Aziz, Teguh, “Integration of Madrasah Diniyah Learning Systems for Strengthening Religious Moderation in Indonesia Universities”, dalam International Journal of Evaluation and Research in Education, Volume 11, Nomor 1, 2021 (Scopus).

2.        Ngainun Naim, Mujamil Qomar, “Actualization of Liberal Indonesian Multicultural Thought in Developing Community Harmonization”, dalam Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS), Volume 9, Nomor 1, 2020 (Scopus).

3.        Hanif Cahyo Adi Kistoro, Badrun Kartowagiran, Eva Latipah, Ngainun Naim, Himawan Putranta, Darmanto Minggele,Islamophobia in education: perceptions on the use of veil/niqab in higher education”, dalam Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies, Volume 10, Nomor 2, 2021 (Scopus).

4.        Ngainun Naim, As’aril Muhajir, “Islamic Radicalism and Deradicalization Strategies: A Contribution of Nurcholish Madjid”, dalam Jurnal Ilmiah FUTURA, Volume 20, Nomor 2, 2020 (Sinta 2).

5.        Ngainun Naim, “Radical Islam and the Radicalization Strategy: Reconstruction of Abdurrahman Wahid’s Thought”, dalam Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Volume 12, Nomor 2, 2017 (Sinta 2)

6.        Ngainun Naim, Qomarul Huda, Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Hukum Islam Perspektif M. Atho Mudzhar”, dalam Al-Istinbath Jurnal Hukum Islam, Volume 6, Nomor 1, 2021 (Sinta 2).

7.        Ngainun Naim, “Potret Dinamis Islam Indonesia”, Harmoni, Volume 20, Nomor 1, 2021.

8.        Ngainun Naim, Deradicalization Through Islamic Education at State Institute for Islamic Studies (IAIN) Tulungagung”, dalam Madania, Volume 22, Nomor 2, 2018 (Sinta 2).

9.        Ngainun Naim, Islamic Jurisprudence for Diversity: From Theological-Normative Reason to Progressive Contextual Reasoning”, dalam Al-‘Adalah, Volume 15, Nomor 1, 2018 (Sinta 2).

10.    Ngainun Naim, Pluralisme sebagai Jalan Pencerahan Islam: Telaah Pemikiran M. Dawam Rahardjo”, Jurnal SALAM, Volume 15, Nomor 2, 2012.

11.    Ngainun Naim, Pengembangan Pendidikan Aswaja Sebagai Strategi Deradikalisasi”, dalam Walisongo Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Volume 23, Nomor 1, 2015 (Sinta 2).

12.    Ngainun Naim, Abdurrahman Wahid: Universalisme Islam dan Toleransi”, Kalam, Volume 10, Nomor 2, 2016 (Sinta 2).

13.    Ngainun Naim, Islam dan Pancasila: Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish Madjid”, dalam  Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Volume 10, Nomor 2, 2018 (Sinta 2).

14.    Ngainun Naim, Kebangkitan Spiritualitas Masyarakat Modern”, dalam Kalam, Volume 7, Nomor 2, 2013.

15.    Ngainun Naim, Mengembalikan Misi Pendidikan Sosial Dan Kebudayaan Pesantren”, dalam  Jurnal Pendidikan Islam, Volume 27, Nomor 3, 2012.

16.    Ngainun Naim, Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk, Telaah Pemikiran Nurcholish Madjid”, Harmoni, Volume 12, Nomor, 2013 (Akreditasi B).

17.    Ngainun Naim, Kecerdasan Spiritual: Signifikansi dan Strategi Pengembangan:, Jurnal Ta’allum, Jurnal Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, 2014.

18.    Ngainun Naim, Rekonstruksi Nilai-nilai Pesantren: Ikhtiar Membangun Kesadaran Pluralisme dalam Era Multikultural”, dalam EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama dan Keagamaan, 2009.

19.    Ngainun Naim, The Development of Islamic Study Through The Study of Figures: Significance and Methodology”, dalam AJIS: Academic Journal of Islamic Studies, Volume 2, Nomor 2, 2017 (Internasional Bereputasi).

20.    Ngainun Naim, Deradikalisasi Berbasis Nilai-nilai Pesantren Studi Fenomenologis di Tulungagung”, dalam AKADEMIKA: Jurnal Pemikiran Islam, Volume 22, Nomor 1, 2017 (Sinta 2).

21.    Ngainun Naim, Membangun Kerukunan dalam Masyarakat Multikultural”, dalam HARMONI, Volume 15, Nomor 1, 2016 (Sinta 3).

22.    Ngainun Naim, Islam dan HAM: perdebatan mencari titik temu”, dalam IJTIHAD: Jurnal Wacana Hukum Islam dan Kemanusiaan, Volume 30, Nomor 2, 2015 (Sinta 2).

23.    Ngainun Naim,Kerukunan Antaragama Perspektif Filsafat Perennial: Rekonstruksi Pemikiran Frithjof Schuon”, dalam Harmoni Jurnal Multikultural dan Multireligius, Volume 11, Nomor 4, 2012.

24.    Ngainun Naim, Spiritualitas Islam dalam Diskursus Kebangkitan Spiritualitas Kontemporer”, dalam Kontemplasi, Volume 6, Nomor 2, 2009.

25.    Ngainun Naim, Strategi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di Indonesia: Perspektif Pendidikan”, dalam National Simposium “Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme”, Jakarta, 2012.

26.    Muhammad Fathoni, Ngainun Naim, “Laduni Science on Muhammad Luthfi Ghozali’s Perspective”, Kontemplasi, Volume 8, Nomor 2, 2020.

27.    Ngainun Naim, “Aneka Ragam Spiritualitas dalam Kebudayaan Kontemporer”, El-Harakah, Volume 11, Nomor 1, 2009.

Blog:

https://www.spirit-literasi.id/

dan

https://ngainun-naim.blogspot.com/

materi pertemua ke 10 .

beliau beri judul : Menulis itu Mudah.


 

Ini materi Narasumber yang sempat kami rangkum  :

Materi ini kebetulan sama dengan buku yang saya tulis awal tahun 2021.

 Benarkah menulis itu mudah?

 Jawabnya relatif.

 Bisa saja menulis itu mudah, sulit, atau kadang mudah dan kadang sulit.

 Namun saya ingin meyakinkan Bapak Ibu sekalian bahwa menulis itu mudah.

 Bagaimana Bapak Ibu bisa juga yakin bahwa menulis itu mudah?

 

 

 Saya yakin banyak di antara Bapak Ibu sekalian yang kurang sepakat.

Tokh selama ini menulis itu benar-benar memusingkan.

 Bisa saja duduk berjam-jam di depan komputer tetapi tapi satu kata pun yang bisa diketik.

Bisa juga sudah ikut aneka kursus dan pelatihan menulis tetapi sampai sekarang ternyata belum juga bisa menulis.

Jika hal-hal semacam itu yang Bapak Ibu alami, marilah malam ini kita menata kembali niat kita dalam menulis.

 

Bagaimana langkah agar MENULIS ITU MUDAH dalam makna yang sebenarnya?

 Ya, topik inilah yang akan kita diskusikan pada malam ini.

 Langkah yang nomor [1]: UBAH POLA PIKIR.

 Maksudnya?

 Kesan umum masyarakat, mungkin termasuk kita di grup ini, adalah MENULIS ITU SULIT.

 Ini tidak hanya kesan tetapi juga menjadi PENGETAHUAN, bahkan kemudian menjadi KESADARAN.

 Terlihat sederhana tetapi dampaknya sungguh luar biasa

 Menulis pada akhirnya betul-betul menjadi sulit.

 Sekarang saatnya kita MERUBAH POLA PIKIR.

 Bangun pemahaman, keyakinan, dan kesadaran bahwa MENULIS ITU MUDAH.

 Tanamkan dalam diri. Tanamkan terus sekuat-kuatnya.

 Saat menghadapi kesulitan menuangkan ide dalam kalimat, yakinkan diri sendiri bahwa menulis itu mudah.

 Begitu seterusnya. Nanti tulisan akan mampu bisa kita selesaikan. Kita tidak mudah putus asa.

Kunci penting ke [2] adalah BERLATIH MENULIS.

Teori menulis itu penting tapi jika hanya belajar teori, seumur hidup kita tidak pernah akan bisa menulis.

 Banyak sekali penulis yang justru sekolahnya tidak ada hubungannya dengan dunia menulis.

 Mereka bisa menjadi penulis karena menulis secara disiplin setiap hari.

 Ya, jika Bapak dan Ibu sekalian ingin menjadi penulis yang sukses maka HUKUMNYA WAJIB MENULIS SETIAP HARI, walaupun itu hanya satu paragraf.

 Jika satu hari saja tidak menulis, biasanya esoknya akan enteng untuk tidak menulis.

 Tidak ada rumus instan dalam menulis.

 Instan itu adanya hanya di mie atau kopi he he he.

 

 

 Menulis itu butuh proses dengan terus berlatih setiap hari.

 Kunci ke [3] adalah banyak membaca.

 Menulis itu ibaratnya mengeluarkan TABUNGAN BACAAN yang ada di otak kita.

 Jika tidak pernah membaca terus apa yang akan dikeluarkan?

 Bacalah sedikit demi sedikit.

 Bisa satu dua halaman dulu

 Berhenti

 Renungkan.

 Jika ada yang penting, dicatat.

 Nikmati prosesnya.

 

 Prinsip saya dalam membaca: UTAMAKAN PAHAM, BUKAN KATAM.

 Kunci ke [4] MELUANGKAN WAKTU

 Saya sering tersenyum ketika mendengar curhat beberapa kawan tentang kesibukan sehingga tidak ada waktu lagi untuk menulis.

 Soal sibuk, siapa sih di antara kita yang tidak sibuk?

 Semua sibuk kan?

 Pengangguran itu juga sibuk lho. Sibuk nganggur he he he.

 Kuncinya ada di MANAJEMEN WAKTU

 Mari atur waktu secara baik.

 Jangan MENUNGGU WAKTU LUANG tapi mari LUANGKAN WAKTU untuk menulis.

 Jika setiap hari kita bisa meluangkan waktu setengah sampai satu jam untuk membaca dan menulis, hasilnya sangat luar biasa.

 

 Saya sendiri sudah membuktikannya.

 Kunci ke [4]: rajin mengamati, mencatat, dan mengolah apa yang sudah dicatat menjadi tulisan.

 Misalnya saat Bapak Ibu melakukan perjalanan, catat apa saja yang menarik.

 Ini contoh tulisan saya tentang perjalanan.

 https://www.spirit-literasi.id/2019/03/ternate-landmark-di-suatu-senja.html.

 Atau misalnya pengalaman saya menerima SK sebagai Guru Besar

 https://www.spirit-literasi.id/2022/01/kado-sangat-indah-di-awal-tahun.html.

 

Kado Sangat Indah di Awal Tahun


 

Penyerahan SK GB oleh Menteri Agama

Ngainun Naim 

TAHUN baru 1 Januari 2022 saya sekeluarga bersepakat di rumah saja. Tidak perlu merayakannya dengan mengunjungi tempat-tempat wisata. Selain karena masih pandemi, biasanya tempat-tempat wisata juga penuh sesak oleh pengunjung. Pada kondisi yang semacam itu biasanya tidak ada nikmatnya. Adanya adalah suasana yang—bagi saya pribadi—justru tidak nikmat. Niatnya cari hiburan tetapi faktanya justru tersiksa oleh situasi.

Saya dan istri bersepakat untuk mengisi hari pertama di tahun 2022 dengan membersihkan rumah. Bagian yang kami bersihkan adalah rak buku yang ada di samping ruang tamu. Kondisinya memang kurang indah. Kami membongkar buku yang ada di dua buah lemari, memindahkan posisinya, dan kemudian menata kembali.

Terlihat sederhana tetapi ternyata cukup memakan waktu dan tenaga. Tanpa terasa jarum jam sudah menunjukkan angka 11.00 WIB. Kami pun beristirahat. Saya segera mandi dan ganti pakaian. Jam 11.30 WIB saya keluar bersama anak-anak untuk membeli makan siang. Istri tidak ikut karena masih capek. Beliau hanya pesan untuk dibungkuskan.

Warung yang saya tuju terletak persis di utara kantor PCNU Trenggalek. Di warung ini saya dan anak-anak memesan makanan. Pukul 11.54 sebuah WA masuk. Isinya hanya satu kata, “Tes”. Setelah itu berselang satu menit sebuah lampiran undangan juga masuk. Bunyinya Undangan Penyerahan SK GB pada Upacara HAB Kemenag. Saya terdiam. Emosi saya melonjak. Saya buka file undangan itu. Ada dua halaman. Halaman pertama berupa keterangan pelaksanaan kegiatan dan halaman kedua berupa daftar 15 orang GB yang diundang. Di urutan nomor dua tertulis Prof. Dr. Ngainun Naim, M.H.I.

Seketika air mata saya meleleh. Saya baca lagi surat itu. Anak sulung saya heran melihat saya seperti shock. “Yah, ada apa yah?”, tanyanya beberapa kali. Emosi saya masih belum stabil. Saya telepon istri, tetapi saya tidak mampu menjelaskan secara utuh. Saya kirimi file undangan saja.

Usai makan segera saya pulang. Sesampai di rumah saya peluk wanita yang dengan sabar menemani saya selama lebih dari 18 tahun ini. Wanita yang tidak pernah melarang saya membaca dan menulis saat saya seharusnya menemani beliau dan anak-anak. Wanita yang selalu mendukung setiap kegiatan saya. Capaian saya tidak lepas dari dukungan penuh beliau.

Tanpa tahu dari mana sumbernya, ratusan WA ucapan selamat masuk, baik di grup maupun japri. Saya sampai kewalahan melihat dan membalasnya. Meskipun demikian saya upayakan untuk membalasnya satu demi satu.

Setelah shalat saya meminta istri dan anak-anak untuk bersiap ke rumah Tulungagung. Agenda utamanya adalah sowan Ibuk dan ziarah ke makam Bapak. Saya harus sungkem dan minta doa restu untuk kelancaran keberangkatan saya mengambil SK ke Jakarta. Saya sangat meyakini bahwa capaian saya adalah buah dari kerja, didikan, dan doa beliau berdua.

Hujan turun dengan sangat deras. Jalanan dipenuhi genangan air. Jarak pandang sangat pendek. Namun saya tetap melaju. Pelan tetapi pasti saya menuju rumah orang tua di Desa Sambidoplang Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung.

Begitu saya sampai rumah, Ibuk memeluk saya dengan erat. Air mata kami tumpah. Doa-doa panjang beliau diijabahi Allah. Sungguh ini anugerah Allah yang tiada terkira. Adikku bungsu menulis di story WA tentang bahagianya Ibuk yang lulusan SD bisa memiliki anak yang mendapatkan anugerah sebagai seorang guru besar.

Saya segera menuju makam Bapak. Saya berdoa dengan deraian air mata yang tidak berhenti mengalir. Kesedihan tiara tara karena ketika kerja keras yang saya lakukan mendapatkan hasil, Bapak telah menghadap yang Maha Kuasa. Sepanjang berdoa, buliran air mata terus saja mengalir. Sungguh, saya tidak mampu menahan desakan emosi yang begitu menyesakkan.

Hari mulai gelap. Saya pun segera pulang ke rumah Ibuk. Usai shalat magrib saya mengajak keluarga untuk pamit karena saya harus persiapan untuk segera berangkat ke Jakarta. Bepergian di tahun baru, di akhir pekan, jelas bukan hal yang mudah. Beberapa skenario dan pilihan armada saya pikirkan secara cermat.

Prof. Dr. Moh. Asror Yusuf, M.Ag dari IAIN Kediri yang juga lolos menjadi guru besar menghubungi saya untuk mendiskusikan kemungkinan keberangkatan ke Jakarta. Kami bersepakat untuk berangkat bersama.  Pencarian tiket secara online kami lakukan dan sepakati bersama.  Kami berjanji untuk bertemu di IAIN Kediri untuk kemudian bersama menuju Bandara Juanda Surabaya.

Tanggal 2 Januari 2022 pagi Prof. Dr. Moh. Asror Yusuf menghubungi saya jika beliau kesulitan mendapatkan klinik untuk tes antigen. Beliau menjelaskan bahwa jika sampai jam 08.00 tetap belum mendapatkan maka beliau mengajak lebih awal. Saya mengiyakan sembari mencari informasi tes antigen di Trenggalek. Alhamdulillah, tes antigen lancar. Kami pun bersepakat bertemu di IAIN Kediri jam 12.00 siang.

Perjalanan secara umum berlangsung lancar. Perjalanan yang berbeda dengan tujuan yang sungguh tidak terduga. Di Jakarta, kami menginap di sebuah hotel di dekat Kantor PBNU. Menurut perhitungan hanya butuh waktu 10 menit dari lokasi ini menuju kantor Kementerian Agama.

Pukul 19.30 ketika pesawat baru landing, Mas Ruchman Basori dari Kementerian Agama mengirimkan WA. “Besok siap2 ya utk menerima sk dari Gus Men secara simbolik dengan pak marzuki”. Saya segera membalas, “Siap Bapak”. Saya sendiri juga belum tahu apa, mengapa, dan bagaimana teknis pelaksanaannya. Intinya siap menjalankan tugas.

Pagi pukul 06.00 WIB kami berangkat dari hotel menuju kantor Kementerian Agama. Begitu sampai kami diarahkan di ruang transit. Sudah ada beberapa orang yang ada di sana. Di situlah kami berkenalan. Ada Prof. Dr. Marzuki, Prof. Dr. Tasman, dan kemudian beberapa orang yang datang.

Sesaat petugas protokol menghubungi Prof. Dr. Marzuki dan saya. Intinya kami berdua akan menjadi perwakilan guru besar yang menerima SK. Prof. Dr. Marzuki sebagai yang tertua dan saya sebagai yang termuda dari 15 orang yang mendapatkan anugerah sebagai penerima SK Guru Besar. Sungguh kejutan yang kesekian kalinya.

Saya bersama 14 kawan lain merupakan guru besar pertama produk Kementerian Agama. Saya tidak akan menceritakan tentang bagaimana dan mengapa, tetapi yang substansi adalah saya sangat bersyukur bisa menjadi guru besar. Tentu perjuangannya juga tidak sederhana. Namun kesempatan menerima SK langsung dari Menteri Agama juga merupakan anugerah hidup yang tidak terkira. Ya, inilah jawaban atas pertanyaan almarhum Bapak tentang kapan saya menjadi guru besar.

 

 

Ternate Landmark di Suatu Senja

Ngainun Naim

 


Rapat koordinasi KKN Kebangsaan di Hotel Grand Dafam Ternate baru saja usai. Saatnya istirahat dan mandi. Masih ada agenda lagi, seperti kata panitia, pada jam 20.00 WIT. Setelah itu acara akan ditutup oleh Rektor Universitas Khairun Ternate.

Saya menginap di Hotel Emerald yang berlokasi di Jalan Branjangan Nomor 28 Ternate, sementara acara di Hotel Grand Dafam. Jarak antara tempat acara dengan tempat saya menginap sesungguhnya tidak terlalu jauh. Meskipun demikian, karena berbeda lokasi, kami harus diantar jemput ke beberapa hotel tempat kami semua menginap.

Ada dua bus yang siap antar jemput sore hari itu, Rabo, 5 Maret 2019. Rupanya kami tidak langsung diajak ke hotel tetapi diantarkan ke pinggir pantai Kota Ternate. Namanya Ternate Landmark. Lokasinya ada di Jalan Pahlawan Revolusi, Muhajirin, Ternate.

 




Saya cari data di internet. Ternyata tempat ini merupakan ikon baru bagi kota yang berjuluk “Bahari Berkesan” tersebut. Baru dua tiga tahun terakhir ini keberadaannya. Bagi saya, ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Ternate terus berbenah dan membangun kotanya secara baik.

Ternate memang sebuah kota yang sangat indah. Dikelilingi pulau-pulau dan pegunungan, pemandangan alamnya sungguh luar biasa. Hal itu saya buktikan sendiri ketika sore itu kami turun dari bus.

Seperti biasa, penumpang segera berhambur dari dua bus. Mereka bergerak menuju bibir pantai dan segera merekam momentum indah yang ada sebagai bagian menjaga memori diri. Tentu disayangkan jika kesempatan indah yang ada tidak diabadikan. Foto-foto yang ada menjadi penanda keberadaan kita. Karena itu jika tidak mengambil foto, rasanya ada yang kurang sempurna.

 




Saya tidak bisa melukiskan secara detail apa saja dan bagaimana saja keadaannya. Maklum, ini kedatangan pertama kali. Wajar jika informasi sangat terbatas. Meskipun demikian, gambar yang saya rekam setidaknya bisa memberikan jejak awal tentang bagaimana situasi Ternate yang saya tangkap.

Tulisan memang tidak mampu melukiskan kenyataan yang sesungguhnya secara apa adanya. Apa yang diungkap dalam tulisan adalah sebagian representasi realitas. Tetapi tanpa tulisan, pengalaman akan mudah hilang dari jejak ingatan.

Saya cek foto di HP saya tidak seberapa banyak. Maklum, baterei HP hampir drop. Belum sempat terisi. Maka, saya segera mencari bagian-bagian lain dari lokasi kami berada untuk segera diabadikan.

Senja yang sungguh indah. Badan memang capek, tetapi keindahan Ternate adalah pesona yang tak terkira.

 




Bus yang saya tumpangi masih berputar ke lokasi berikutnya, yaitu Benteng Oranye. Tidak lama di sini karena adzan magrib sudah terdengar. Saatnya menuju Hotel Emerald tempat saya menginap. Saya belum check in. Dan pastinya juga belum mandi.

 

Hotel Emerald Ternate, 8 Maret 2019.

Demikian resume  narasumber kita pertemuan ke 10

Bersama Prof.Dr.Ngainun Naim. Semoga ilmu beliau menjadi lading amal terbaik di hadapan sang maha berilmu Allah swt.

 

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Menjadi Guru Inspiratif

Mengelola Taman Bacaan

Ide Menulis bagi guru