Menulis itu mudah
Menulis
itu mudah
Narasumber : Prof.Dr.Ngainum Naim.
Moderator :
Raliyanti .
Pertemuan ke 10.
Alhamdulilah walaupun masih demam 3 hari ,badan ini rasanya
sudah kangen sama teman teman hebat dan baik hati di group menulis itu
mudah.saya sempat mau absen ,tapi rindu sama teman2 hebat seluruh
nusantara ini.
Di semangati istri di buatkan air jahe di tambahi gura aren
dan sereh.biar demamnya hilang kata istri.
Yang di kanan kiri saya abdhan qardhawi dan sebelah kiri
kursi anak bontot kami M.Luthfi Al Haddad.
Kali ini pertemuan ke 10 ,dengan narasumber hebat
Prof.Dr.Ngainun Naim. Di temani moderator pintar dan keibuan ,Ibunda Raliyanti.
Semoga pertemuan yng menurunkan rahmat buat kita semua di group
ini.
Tak Panjang kalam mari kita lihat bersama profil narasumber kita
:
Riwayat Singkat
Prof. Dr. Ngainun Naim lahir di Tulungagung pada 19 Juli 1975. Pekerjaan sehari-hari sebagai Dosen UIN Sayyid Ali Rahmatullah Tulungagung. Pendidikan dasar diselesaikan oleh Ngainun Naim di SDN Sambidoplang Sumbergempol Tulungagung (1988), kemudian melanjutkan ke MTsN Tunggangri Kalidawir Tulungagung (1991), lalu melanjutkan ke MAN Denanyar Jombang yang ada di PP Mamba’ul Ma’arif (1994). Tahun 1994-1996 melanjutkan studi S-1 di IAIN Sunan Ampel Surabaya. Karena satu dan lain hal, jenjang S-1 diselesaikan di STAIN Tulungagung (1998). Tahun 2000 melanjutkan jenjang magister di Universitas Islam Malang yang diselesaikan pada tahun 2002. Mulai tahun 2007 kuliah S-3 di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta yang diselesaikan pada tahun 2011.
Publikasi
Buku
1.
Ngainun Naim, Islam and
Religious Pluralism: The Dynamics of Meaning Seize, (Tulungagung: SATU
Press, 2020).
2.
Ngainun Naim, Mujamil Qomar, Aktualisasi Pemikiran
Islam Multikultural dalam Membangun Harmonisasi Masyarakat, (Tulungagung:
Akademia Pustaka, 2020).
3.
Ngainun Naim, Achmad Sauqi, Pendidikan Multikultural, (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2009).
4.
Ngainun Naim, Pengantar Studi Islam, (Yogyakarta: Teras, 2009).
5.
Ngainun Naim, Teologi Kerukunan, Mencari Titik Temu dalam Keragaman, (Yogyakarta: Teras, 2011).
6.
Ngainun Naim, Menipu Setan Kita Waras di Zaman Edan, (Jakarta: Quanta, 2015).
7.
Ngainun Naim, Teraju, (Tulungagung:
IAIN Tulungagung Press, 2017).
8.
Ngainun Naim, Metodologi Fiqh Indonesia, (Tulungagung: STAIN Tulungagung Press, 2008).
9.
Ngainun Naim, Literasi dari Brunei Darussalam, (Tulungagung: Akademia, 2020).
10.
Ngainun Naim, Spirit Literasi, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).
11.
Ngainun Naim, Proses
Kreatif Penulisan Akademik, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).
12.
Ngainun Naim, Rekonstruksi Pendidikan Nasional, (Yogyakarta: Teras, 2009).
13.
Ngainun Naim, Menulis Itu Mudah, (Lamongan: Kamila Press, 2021).
14.
Ngainun Naim, Sejarah
Pemikiran Hukum Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011).
15.
Ngainun Naim, Spirit Literasi, (Tulungagung: Akademia Pustaka, 2019).
16.
Ngainun Naim, The Power of Writing, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2015).
17.
Ngainun Naim, The Power of Writing, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2017).
Chapter Buku
1.
Ngainun Naim, “Quantum
Ramadhan”, (Malang: SPN, 2017).
2.
Ngainun Naim, “Goresan
Cinta Buat Bunda”, (Yogyakarta: Aura Pustaka, 2017).
3.
Ngainun Naim, “36
Kompasianer Merajut Indonesia”, (Jakarta: Peniti, 2015).
4.
Ngainun Naim, “Kuliah Daring,
Dinamika Pembelajaran Ketika Wabah Corona”, (Tulungagung: IAIN Tulungagung
Press, 2020).
5. Ngainun Naim, “Dosen, Menulis, dan Belajar Online”, (Tulungagung: IAIN Tulungagung Press).
Jurnal Akademik dan Simposium
1.
Ngainun Naim, Abdul Aziz, Teguh, “Integration of Madrasah Diniyah Learning Systems
for Strengthening Religious Moderation in Indonesia Universities”, dalam International
Journal of Evaluation and Research in Education, Volume 11, Nomor 1, 2021
(Scopus).
2.
Ngainun Naim, Mujamil Qomar, “Actualization of Liberal Indonesian Multicultural
Thought in Developing Community Harmonization”, dalam Qudus International
Journal of Islamic Studies (QIJIS), Volume 9, Nomor 1, 2020 (Scopus).
3.
Hanif Cahyo Adi
Kistoro, Badrun Kartowagiran, Eva Latipah, Ngainun Naim, Himawan
Putranta, Darmanto Minggele, “Islamophobia in education: perceptions on the use of
veil/niqab in higher education”, dalam Indonesian
Journal of Islam and Muslim Societies, Volume 10, Nomor 2, 2021 (Scopus).
4.
Ngainun Naim, As’aril Muhajir, “Islamic Radicalism and Deradicalization Strategies: A
Contribution of Nurcholish Madjid”, dalam Jurnal Ilmiah FUTURA, Volume
20, Nomor 2, 2020 (Sinta 2).
5.
Ngainun Naim, “Radical
Islam and the Radicalization Strategy: Reconstruction of Abdurrahman Wahid’s Thought”,
dalam Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu Keislaman, Volume 12, Nomor 2,
2017 (Sinta 2)
6.
Ngainun Naim, Qomarul Huda, “Pendekatan Interdisipliner dalam Studi Hukum Islam
Perspektif M. Atho Mudzhar”, dalam Al-Istinbath
Jurnal Hukum Islam, Volume 6, Nomor 1, 2021 (Sinta 2).
7.
Ngainun Naim, “Potret
Dinamis Islam Indonesia”, Harmoni, Volume 20, Nomor 1, 2021.
8.
Ngainun Naim, “Deradicalization Through Islamic Education at State
Institute for Islamic Studies (IAIN) Tulungagung”, dalam Madania, Volume 22, Nomor 2, 2018 (Sinta
2).
9.
Ngainun Naim, “Islamic Jurisprudence for Diversity: From
Theological-Normative Reason to Progressive Contextual Reasoning”, dalam Al-‘Adalah, Volume 15, Nomor 1, 2018
(Sinta 2).
10.
Ngainun Naim, “Pluralisme sebagai Jalan Pencerahan Islam: Telaah
Pemikiran M. Dawam Rahardjo”, Jurnal
SALAM, Volume 15, Nomor 2, 2012.
11.
Ngainun Naim, “Pengembangan Pendidikan Aswaja Sebagai Strategi
Deradikalisasi”, dalam Walisongo
Jurnal Penelitian Sosial Keagamaan, Volume 23, Nomor 1, 2015 (Sinta 2).
12.
Ngainun Naim, “Abdurrahman Wahid: Universalisme Islam dan Toleransi”, Kalam, Volume 10, Nomor 2, 2016 (Sinta 2).
13.
Ngainun Naim, “Islam dan Pancasila: Rekonstruksi Pemikiran Nurcholish
Madjid”, dalam Episteme Jurnal Pengembangan Ilmu
Keislaman, Volume 10, Nomor 2, 2018 (Sinta 2).
14.
Ngainun Naim, “Kebangkitan Spiritualitas Masyarakat Modern”, dalam Kalam, Volume 7, Nomor 2, 2013.
15.
Ngainun Naim, “Mengembalikan Misi Pendidikan Sosial Dan Kebudayaan
Pesantren”, dalam Jurnal Pendidikan Islam, Volume 27, Nomor
3, 2012.
16.
Ngainun Naim, “Membangun Toleransi dalam Masyarakat Majemuk, Telaah
Pemikiran Nurcholish Madjid”, Harmoni,
Volume 12, Nomor, 2013 (Akreditasi B).
17.
Ngainun Naim, “Kecerdasan Spiritual: Signifikansi dan Strategi
Pengembangan:, Jurnal Ta’allum, Jurnal
Pendidikan Islam, Volume 2, Nomor 1, 2014.
18.
Ngainun Naim, “Rekonstruksi Nilai-nilai Pesantren: Ikhtiar Membangun
Kesadaran Pluralisme dalam Era Multikultural”, dalam EDUKASI: Jurnal Penelitian Pendidikan Agama
dan Keagamaan, 2009.
19.
Ngainun Naim, “The Development of Islamic Study Through The Study of
Figures: Significance and Methodology”,
dalam AJIS: Academic Journal of Islamic Studies, Volume 2, Nomor 2, 2017
(Internasional Bereputasi).
20.
Ngainun Naim, “Deradikalisasi Berbasis Nilai-nilai Pesantren Studi
Fenomenologis di Tulungagung”, dalam AKADEMIKA:
Jurnal Pemikiran Islam, Volume 22, Nomor 1, 2017 (Sinta 2).
21.
Ngainun Naim, “Membangun Kerukunan dalam Masyarakat Multikultural”, dalam HARMONI, Volume 15, Nomor 1, 2016 (Sinta
3).
22.
Ngainun Naim, “Islam dan HAM: perdebatan mencari titik temu”, dalam IJTIHAD: Jurnal Wacana Hukum Islam dan
Kemanusiaan, Volume 30, Nomor 2, 2015 (Sinta 2).
23.
Ngainun Naim, “Kerukunan Antaragama Perspektif Filsafat Perennial:
Rekonstruksi Pemikiran Frithjof Schuon”, dalam Harmoni Jurnal Multikultural dan
Multireligius, Volume 11, Nomor 4, 2012.
24.
Ngainun Naim, “Spiritualitas
Islam dalam Diskursus Kebangkitan Spiritualitas Kontemporer”, dalam
Kontemplasi, Volume 6, Nomor 2, 2009.
25.
Ngainun Naim, “Strategi Penanganan Radikalisme dan Terorisme di
Indonesia: Perspektif Pendidikan”, dalam
National Simposium “Memutus Mata Rantai Radikalisme dan Terorisme”, Jakarta,
2012.
26.
Muhammad Fathoni, Ngainun Naim, “Laduni Science on Muhammad Luthfi Ghozali’s
Perspective”, Kontemplasi, Volume 8, Nomor 2, 2020.
27. Ngainun Naim, “Aneka Ragam Spiritualitas dalam Kebudayaan Kontemporer”, El-Harakah, Volume 11, Nomor 1, 2009.
Blog:
https://www.spirit-literasi.id/
dan
https://ngainun-naim.blogspot.com/
materi pertemua ke 10 .
beliau beri judul : Menulis itu Mudah.
Ini materi Narasumber yang sempat kami rangkum :
Materi ini kebetulan sama dengan buku yang saya tulis awal
tahun 2021.
Benarkah menulis itu
mudah?
Jawabnya relatif.
Bisa saja menulis itu
mudah, sulit, atau kadang mudah dan kadang sulit.
Namun saya ingin
meyakinkan Bapak Ibu sekalian bahwa menulis itu mudah.
Bagaimana Bapak Ibu
bisa juga yakin bahwa menulis itu mudah?
Saya yakin banyak di
antara Bapak Ibu sekalian yang kurang sepakat.
Tokh selama ini menulis itu benar-benar memusingkan.
Bisa saja duduk
berjam-jam di depan komputer tetapi tapi satu kata pun yang bisa diketik.
Bisa juga sudah ikut aneka kursus dan pelatihan menulis
tetapi sampai sekarang ternyata belum juga bisa menulis.
Jika hal-hal semacam itu yang Bapak Ibu alami, marilah malam
ini kita menata kembali niat kita dalam menulis.
Bagaimana langkah agar MENULIS ITU MUDAH dalam makna yang
sebenarnya?
Ya, topik inilah yang
akan kita diskusikan pada malam ini.
Langkah yang nomor
[1]: UBAH POLA PIKIR.
Maksudnya?
Kesan umum masyarakat,
mungkin termasuk kita di grup ini, adalah MENULIS ITU SULIT.
Ini tidak hanya kesan
tetapi juga menjadi PENGETAHUAN, bahkan kemudian menjadi KESADARAN.
Terlihat sederhana tetapi
dampaknya sungguh luar biasa
Menulis pada akhirnya
betul-betul menjadi sulit.
Sekarang saatnya kita
MERUBAH POLA PIKIR.
Bangun pemahaman, keyakinan,
dan kesadaran bahwa MENULIS ITU MUDAH.
Tanamkan dalam diri.
Tanamkan terus sekuat-kuatnya.
Saat menghadapi
kesulitan menuangkan ide dalam kalimat, yakinkan diri sendiri bahwa menulis itu
mudah.
Begitu seterusnya.
Nanti tulisan akan mampu bisa kita selesaikan. Kita tidak mudah putus asa.
Kunci penting ke [2] adalah BERLATIH MENULIS.
Teori menulis itu penting tapi jika hanya belajar teori,
seumur hidup kita tidak pernah akan bisa menulis.
Banyak sekali penulis
yang justru sekolahnya tidak ada hubungannya dengan dunia menulis.
Mereka bisa menjadi
penulis karena menulis secara disiplin setiap hari.
Ya, jika Bapak dan
Ibu sekalian ingin menjadi penulis yang sukses maka HUKUMNYA WAJIB MENULIS
SETIAP HARI, walaupun itu hanya satu paragraf.
Jika satu hari saja
tidak menulis, biasanya esoknya akan enteng untuk tidak menulis.
Tidak ada rumus
instan dalam menulis.
Instan itu adanya
hanya di mie atau kopi he he he.
Menulis itu butuh
proses dengan terus berlatih setiap hari.
Kunci ke [3] adalah
banyak membaca.
Menulis itu ibaratnya
mengeluarkan TABUNGAN BACAAN yang ada di otak kita.
Jika tidak pernah
membaca terus apa yang akan dikeluarkan?
Bacalah sedikit demi
sedikit.
Bisa satu dua halaman
dulu
Berhenti
Renungkan.
Jika ada yang
penting, dicatat.
Nikmati prosesnya.
Prinsip saya dalam
membaca: UTAMAKAN PAHAM, BUKAN KATAM.
Kunci ke [4]
MELUANGKAN WAKTU
Saya sering tersenyum
ketika mendengar curhat beberapa kawan tentang kesibukan sehingga tidak ada
waktu lagi untuk menulis.
Soal sibuk, siapa sih
di antara kita yang tidak sibuk?
Semua sibuk kan?
Pengangguran itu juga
sibuk lho. Sibuk nganggur he he he.
Kuncinya ada di
MANAJEMEN WAKTU
Mari atur waktu
secara baik.
Jangan MENUNGGU WAKTU
LUANG tapi mari LUANGKAN WAKTU untuk menulis.
Jika setiap hari kita
bisa meluangkan waktu setengah sampai satu jam untuk membaca dan menulis,
hasilnya sangat luar biasa.
Saya sendiri sudah
membuktikannya.
Kunci ke [4]: rajin
mengamati, mencatat, dan mengolah apa yang sudah dicatat menjadi tulisan.
Misalnya saat Bapak
Ibu melakukan perjalanan, catat apa saja yang menarik.
Ini contoh tulisan
saya tentang perjalanan.
https://www.spirit-literasi.id/2019/03/ternate-landmark-di-suatu-senja.html.
Atau misalnya
pengalaman saya menerima SK sebagai Guru Besar
https://www.spirit-literasi.id/2022/01/kado-sangat-indah-di-awal-tahun.html.
Kado Sangat Indah di Awal Tahun
Penyerahan SK GB oleh Menteri Agama
Ngainun Naim
TAHUN baru 1 Januari 2022 saya sekeluarga bersepakat di
rumah saja. Tidak perlu merayakannya dengan mengunjungi tempat-tempat wisata.
Selain karena masih pandemi, biasanya tempat-tempat wisata juga penuh sesak
oleh pengunjung. Pada kondisi yang semacam itu biasanya tidak ada nikmatnya.
Adanya adalah suasana yang—bagi saya pribadi—justru tidak nikmat. Niatnya cari
hiburan tetapi faktanya justru tersiksa oleh situasi.
Saya dan istri bersepakat
untuk mengisi hari pertama di tahun 2022 dengan membersihkan rumah. Bagian yang
kami bersihkan adalah rak buku yang ada di samping ruang tamu. Kondisinya
memang kurang indah. Kami membongkar buku yang ada di dua buah lemari,
memindahkan posisinya, dan kemudian menata kembali.
Terlihat sederhana tetapi
ternyata cukup memakan waktu dan tenaga. Tanpa terasa jarum jam sudah
menunjukkan angka 11.00 WIB. Kami pun beristirahat. Saya segera mandi dan ganti
pakaian. Jam 11.30 WIB saya keluar bersama anak-anak untuk membeli makan siang.
Istri tidak ikut karena masih capek. Beliau hanya pesan untuk dibungkuskan.
Warung yang saya tuju
terletak persis di utara kantor PCNU Trenggalek. Di warung ini saya dan
anak-anak memesan makanan. Pukul 11.54 sebuah WA masuk. Isinya hanya satu kata,
“Tes”. Setelah itu berselang satu menit sebuah lampiran undangan juga masuk.
Bunyinya Undangan Penyerahan SK GB pada Upacara HAB Kemenag. Saya terdiam.
Emosi saya melonjak. Saya buka file undangan itu. Ada dua halaman. Halaman
pertama berupa keterangan pelaksanaan kegiatan dan halaman kedua berupa daftar
15 orang GB yang diundang. Di urutan nomor dua tertulis Prof. Dr. Ngainun Naim,
M.H.I.
Seketika air mata saya
meleleh. Saya baca lagi surat itu. Anak sulung saya heran melihat saya seperti
shock. “Yah, ada apa yah?”, tanyanya beberapa kali. Emosi saya masih belum
stabil. Saya telepon istri, tetapi saya tidak mampu menjelaskan secara utuh.
Saya kirimi file undangan saja.
Usai makan segera saya
pulang. Sesampai di rumah saya peluk wanita yang dengan sabar menemani saya
selama lebih dari 18 tahun ini. Wanita yang tidak pernah melarang saya membaca
dan menulis saat saya seharusnya menemani beliau dan anak-anak. Wanita yang
selalu mendukung setiap kegiatan saya. Capaian saya tidak lepas dari dukungan
penuh beliau.
Tanpa tahu dari mana
sumbernya, ratusan WA ucapan selamat masuk, baik di grup maupun japri. Saya
sampai kewalahan melihat dan membalasnya. Meskipun demikian saya upayakan untuk
membalasnya satu demi satu.
Setelah shalat saya
meminta istri dan anak-anak untuk bersiap ke rumah Tulungagung. Agenda utamanya
adalah sowan Ibuk dan ziarah ke makam Bapak. Saya harus sungkem dan
minta doa restu untuk kelancaran keberangkatan saya mengambil SK ke Jakarta.
Saya sangat meyakini bahwa capaian saya adalah buah dari kerja, didikan, dan
doa beliau berdua.
Hujan turun dengan sangat
deras. Jalanan dipenuhi genangan air. Jarak pandang sangat pendek. Namun saya
tetap melaju. Pelan tetapi pasti saya menuju rumah orang tua di Desa
Sambidoplang Kecamatan Sumbergempol Kabupaten Tulungagung.
Begitu saya sampai rumah,
Ibuk memeluk saya dengan erat. Air mata kami tumpah. Doa-doa panjang beliau
diijabahi Allah. Sungguh ini anugerah Allah yang tiada terkira. Adikku bungsu
menulis di story WA tentang bahagianya Ibuk yang lulusan SD bisa memiliki anak
yang mendapatkan anugerah sebagai seorang guru besar.
Saya segera menuju makam
Bapak. Saya berdoa dengan deraian air mata yang tidak berhenti mengalir.
Kesedihan tiara tara karena ketika kerja keras yang saya lakukan mendapatkan
hasil, Bapak telah menghadap yang Maha Kuasa. Sepanjang berdoa, buliran air
mata terus saja mengalir. Sungguh, saya tidak mampu menahan desakan emosi yang
begitu menyesakkan.
Hari mulai gelap. Saya
pun segera pulang ke rumah Ibuk. Usai shalat magrib saya mengajak keluarga
untuk pamit karena saya harus persiapan untuk segera berangkat ke Jakarta.
Bepergian di tahun baru, di akhir pekan, jelas bukan hal yang mudah. Beberapa
skenario dan pilihan armada saya pikirkan secara cermat.
Prof. Dr. Moh. Asror
Yusuf, M.Ag dari IAIN Kediri yang juga lolos menjadi guru besar menghubungi
saya untuk mendiskusikan kemungkinan keberangkatan ke Jakarta. Kami bersepakat
untuk berangkat bersama. Pencarian tiket secara online kami
lakukan dan sepakati bersama. Kami berjanji untuk bertemu di IAIN
Kediri untuk kemudian bersama menuju Bandara Juanda Surabaya.
Tanggal 2 Januari 2022
pagi Prof. Dr. Moh. Asror Yusuf menghubungi saya jika beliau kesulitan
mendapatkan klinik untuk tes antigen. Beliau menjelaskan bahwa jika sampai jam
08.00 tetap belum mendapatkan maka beliau mengajak lebih awal. Saya mengiyakan
sembari mencari informasi tes antigen di Trenggalek. Alhamdulillah, tes antigen
lancar. Kami pun bersepakat bertemu di IAIN Kediri jam 12.00 siang.
Perjalanan secara umum
berlangsung lancar. Perjalanan yang berbeda dengan tujuan yang sungguh tidak
terduga. Di Jakarta, kami menginap di sebuah hotel di dekat Kantor PBNU.
Menurut perhitungan hanya butuh waktu 10 menit dari lokasi ini menuju kantor
Kementerian Agama.
Pukul 19.30 ketika
pesawat baru landing, Mas Ruchman Basori dari Kementerian Agama mengirimkan
WA. “Besok siap2 ya utk menerima sk dari Gus Men secara simbolik dengan pak
marzuki”. Saya segera membalas, “Siap Bapak”. Saya sendiri juga belum tahu apa,
mengapa, dan bagaimana teknis pelaksanaannya. Intinya siap menjalankan tugas.
Pagi pukul 06.00 WIB kami
berangkat dari hotel menuju kantor Kementerian Agama. Begitu sampai kami
diarahkan di ruang transit. Sudah ada beberapa orang yang ada di sana. Di
situlah kami berkenalan. Ada Prof. Dr. Marzuki, Prof. Dr. Tasman, dan kemudian
beberapa orang yang datang.
Sesaat petugas protokol
menghubungi Prof. Dr. Marzuki dan saya. Intinya kami berdua akan menjadi
perwakilan guru besar yang menerima SK. Prof. Dr. Marzuki sebagai yang tertua
dan saya sebagai yang termuda dari 15 orang yang mendapatkan anugerah sebagai
penerima SK Guru Besar. Sungguh kejutan yang kesekian kalinya.
Saya bersama 14 kawan
lain merupakan guru besar pertama produk Kementerian Agama. Saya tidak akan
menceritakan tentang bagaimana dan mengapa, tetapi yang substansi adalah saya
sangat bersyukur bisa menjadi guru besar. Tentu perjuangannya juga tidak
sederhana. Namun kesempatan menerima SK langsung dari Menteri Agama juga
merupakan anugerah hidup yang tidak terkira. Ya, inilah jawaban atas pertanyaan
almarhum Bapak tentang kapan saya menjadi guru besar.
Ternate Landmark di Suatu Senja
Ngainun Naim
Rapat koordinasi KKN
Kebangsaan di Hotel Grand Dafam Ternate baru saja usai. Saatnya istirahat dan
mandi. Masih ada agenda lagi, seperti kata panitia, pada jam 20.00 WIT. Setelah
itu acara akan ditutup oleh Rektor Universitas Khairun Ternate.
Saya menginap di Hotel
Emerald yang berlokasi di Jalan Branjangan Nomor 28 Ternate, sementara acara di
Hotel Grand Dafam. Jarak antara tempat acara dengan tempat saya menginap
sesungguhnya tidak terlalu jauh. Meskipun demikian, karena berbeda lokasi, kami
harus diantar jemput ke beberapa hotel tempat kami semua menginap.
Ada dua bus yang siap
antar jemput sore hari itu, Rabo, 5 Maret 2019. Rupanya kami tidak langsung
diajak ke hotel tetapi diantarkan ke pinggir pantai Kota Ternate. Namanya
Ternate Landmark. Lokasinya ada di Jalan Pahlawan Revolusi, Muhajirin, Ternate.
Saya cari data di
internet. Ternyata tempat ini merupakan ikon baru bagi kota yang berjuluk
“Bahari Berkesan” tersebut. Baru dua tiga tahun terakhir ini keberadaannya.
Bagi saya, ini menunjukkan bahwa Pemerintah Kota Ternate terus berbenah dan
membangun kotanya secara baik.
Ternate memang sebuah kota
yang sangat indah. Dikelilingi pulau-pulau dan pegunungan, pemandangan alamnya
sungguh luar biasa. Hal itu saya buktikan sendiri ketika sore itu kami turun
dari bus.
Seperti biasa, penumpang
segera berhambur dari dua bus. Mereka bergerak menuju bibir pantai dan segera
merekam momentum indah yang ada sebagai bagian menjaga memori diri. Tentu
disayangkan jika kesempatan indah yang ada tidak diabadikan. Foto-foto yang ada
menjadi penanda keberadaan kita. Karena itu jika tidak mengambil foto, rasanya
ada yang kurang sempurna.
Saya tidak bisa melukiskan
secara detail apa saja dan bagaimana saja keadaannya. Maklum, ini kedatangan
pertama kali. Wajar jika informasi sangat terbatas. Meskipun demikian, gambar
yang saya rekam setidaknya bisa memberikan jejak awal tentang bagaimana situasi
Ternate yang saya tangkap.
Tulisan memang tidak mampu
melukiskan kenyataan yang sesungguhnya secara apa adanya. Apa yang diungkap
dalam tulisan adalah sebagian representasi realitas. Tetapi tanpa tulisan,
pengalaman akan mudah hilang dari jejak ingatan.
Saya cek foto di HP saya
tidak seberapa banyak. Maklum, baterei HP hampir drop. Belum sempat terisi.
Maka, saya segera mencari bagian-bagian lain dari lokasi kami berada untuk
segera diabadikan.
Senja yang sungguh indah.
Badan memang capek, tetapi keindahan Ternate adalah pesona yang tak terkira.
Bus yang saya tumpangi
masih berputar ke lokasi berikutnya, yaitu Benteng Oranye. Tidak lama di sini
karena adzan magrib sudah terdengar. Saatnya menuju Hotel Emerald tempat saya
menginap. Saya belum check in. Dan pastinya juga belum mandi.
Hotel Emerald Ternate, 8 Maret 2019.
Demikian resume narasumber kita pertemuan ke 10
Bersama Prof.Dr.Ngainun Naim. Semoga ilmu beliau menjadi lading amal
terbaik di hadapan sang maha berilmu Allah swt.
NARASUMBER YANG HEBAT PROF.....
BalasHapus